Sepertinya blog saya ini sudah memiliki evolusinya sendiri. Tidak terdefenisikan tapi bisa terlihat. Sempat terlantarkan, sempat terlupakan, tapi tetap bisa menjadi sahabat yang bisa diandalkan untuk berbagi cerita. Seperti hidup yang terus mengalir, kali ini ijinkan saya untuk mengenalkan satu fragmen lagi dalam babak kehidupan saya. Terinsipirasi dari catatan Okke dalam blog lajang dan menikah, sepertinya saya akan mulai memasuki fase hidup ini :D
Memasuki bulan kedua di kantor yang baru, tiba-tiba seorang teman dari bagian keuangan bertanya,
“Qko, sudah punya pacar kah?”
Hah? Dari mana kemana maksud pertanyaan ini? Secara setahu saya bahwa sang penanya merupakan istri orang. Lengkaplah saya dengan muka cengengesan tidak tahu mau menjawab apa dari pertanyaan seajaib itu.
Jawaban saya sederhana. Pacar tidak ada, HTS an banyak. Itu jawaban saya dari dalam hati. Tidak mau menyebutkan secara gamblang. Pasalnya waktu itu saya sedang mempertahankan image sebagai pegawai baru dengan akhlak mulia. I’m young, and I’m single. Status apa lagi yang bisa sekeren itu?
Dikemudian hari barulah saya mengetahui alasan dibalik pertanyaan sporadis itu. Ternyata sang teman punya teman lagi yang ingin dikenalkan kepada saya. Berprofesi sebagai suster di lain wilayah Sulawesi Selatan. Niatan awalnya sih cuma diperkenalkan. Tujuan jangka panjangnya? Dijodohkan!
Hah? Pertama, seumur hidup memang rasanya belum ada yang menanyakan hal seserius itu kepada saya. Pacar? Untuk apa? Palingan itu jawab saya. Karena beberapa tahun yang lalu saya memiliki banyak teman (khususnya wanita) yang bisa diajak jalan dan bersenang-senang selayaknya pacaran. Walaupun minusnya kami berhubungan tidak pake hati dan perasaan. Cukup bersenang-senang saja. Dan dulu saya merasa itu cukup. Sekarang? Saya merasa itu kurang. Huhuhuhuhu.
Kedua, dijodohkan? Emang sekarang masih jaman Siti Nurbaya? Saya teringat lagi dengan nasib seorang teman di kantor. Demi mengikuti keinginan ayah tercinta, dia sudah mengikat janji sehidup semati dan siap dinikahkan dengan wanita pilihan ayahnya. Alasannya? Kasihan ayahnya sudah sakit-sakitan. Maunya harus dituruti. Loh, yang mau menikah kan kamu? Bukan ayah kamu?
Ah, ternyata pernyataan saya masih sangat skeptis dan sarkastis mengenai cinta. Apa mau dikata? Saya masih belum berhenti mempercayai bahwa saya termasuk orang yang sulit jatuh cinta. Walaupun salah sendiri, pernah merasa sakit hati dan kemudian merasa trauma untuk menjalin sebuah hubungan yang lain. Pernah sih, ada beberapa orang yang terang-terangan mengirimkan sinyal tertarik. Bahkan dengan bantuan teman-temannya, sang wanita terus melancarkan serangan cintanya. Sikap saya? Malah mengajak salah satu HTS an untuk jalan berdua di depan wanita tersebut, dengan harapan dia mengerti bahwa saya tidak merespon sinyal yang diberikannya. Jahat yah?
Karena menurut saya jodoh itu sudah diciptakan untuk kita di belahan dunia ini. Entah dia terlempar dimana. Hanya butuh waktu dan tempat yang tepat untuk bisa bertemu dengannya. Itu dulu konsep cinta ideal yang ada di kepala saya. Kalau sampai di jodohkan mah, apa dikiranya saya sudah tidak mampu mencari pacar sendiri? Walaupun ternyata jawabannya iya.
Sampai saat ini saya belum memberi jawaban atas pertanyaan teman kantor tersebut. Apakah saya mau dikenalkan dan dijodohkan dengan temannya. Rasanya geli saja. Harus memerlukan bantuan pihak ketiga untuk bisa merasakan cinta. Lantas apa yang harus saya lakukan dengan semua HTS an saya? Hahahaha.
Mungkin akan tiba saatnya dimana saya juga sudah harus berhenti bertualang. Mulai bersikap serius tentang hidup dan menikah. Toh tidak selamanya kita akan menjalani hidup yang seperti ini terus kan?
Monday, March 22, 2010
Jodoh, dijodohkan, terjodohkan, menjodohkan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment